Resesi ekonomi merupakan suatu keadaan ekonomi yang melambat secara signifikan.


Resesi ini bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya ketika terjadi wabah yang berbahaya.


Pada tahun 2020 ini Indonesia dan seluruh dunia dilanda pandemi Covid-19 yang menyebabkan aktivitas-aktivitas melambat karena keterbatasan kegiatan (lockdown).


Maraknya virus Corona mengakibatkan pemerintah dunia melakukan pembatasan sosial berskala besar, sehingga kegiatan ekonomi mereka terhambat karena kegiatan jual beli yang menurun drastis.


Pelaku bisnis baik dalam skala kecil maupun besar merasakan dampak dari resesi ekonomi yang diakibatkan wabah Covid-19 ini.


Selain pelaku bisnis, dampak resesi ekonomi ini juga berpengaruh terhadap karyawan-karyawannya yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).


Dampak dari resesi ekonomi terhadap pelaku bisnis diantaranya:
1. Inflasi yang tinggi
2. Deflasi yang berlebihan
3. Hutang yang berlebihan
4. Daya beli masyarakat menurun
5. Angka investasi kepada perusahaan menurun


Dampak-dampak di atas tentu akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan, sehingga kegiatan-kegiatan investasi juga menurun secara signifikan.


Pada saat resesi ekonomi terjadi, masyarakat cenderung untuk melakukan kegiatan menabung daripada menginvestasikannya kepada perusahaan atau menginvestasikan kepada sektor lain seperti emas atau tanah.


Hal ini dikarenakan ekonomi perusahaan tidak menentu ketika terjadi resesi ekonomi, apakah perusahaan tersebut dapat bertahan sampai krisis ini selesai ataukah perusahaan tersebut tutup usia dikarenakan krisis yang melanda tersebut.


Ketidakjelasan inilah yang menyebabkan masyarakat enggan menginvestasikan uang mereka kepada perusahaan dan lebih memilih berinvestasi kepada emas.


Ketika resesi ekonomi terjadi, kemungkinan besar akan terjadi inflasi.


Banyak masyarakat yang menjaga asetnya sampai krisis berlangsung, mereka menahan uang mereka untuk dibelanjakan kepada hal-hal yang tidak begitu diperlukan.


Tentu hal ini akan bedampak kepada laba beberapa perusahaan, dan mengakibatkan penurunan harga saham secara signifikan apabila manajemen tidak bisa mengontrol perusahaannya.


Selain itu, ketika terjadi inflasi, suku bunga akan ditingkatkan oleh pihak kreditur, maka hal itu tentu akan membebankan pihak perusahaan untuk menjaga aset-asetnya untuk survive pada bisnisnya.


Melihat laba perusahaan yang menurun, dan kegiatan ekonomi banyak terhambat ketika resesi ekonomi, banyak investor-investor luar yang menarik investasi mereka di perusahaan Indonesia.


Hal ini diakibatkan kurangnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung untuk kegiatan investasi tersebut.


Pada saat pandemi berlangsung, pemerintah memunculkan kebijakan UU Cipta Kerja untuk menanggulangi para investor yang kabur.


Dilansir dari investor.id, tercatat pada akhir Agustus sebanyak 3,13 juta single investor identification (SID) atau tumbuh 26,2% dibandingkan akhir 2019 yang sebanyak 2,48 juta SID.


Di sisi lain, total penghimpunan dana oleh emiten mencapai Rp 68,7 trilun hingga akhir Agustus 2020 atau turun 43,6% dibandingkan per Agustus 2019 yang sebesar Rp 121,95 triliun.


Angka ini menunjukkan jumlah investor meningkat namun uang yang masuk menurun karena penurunan harga-harga saham, obligasi atau investasi sejenis.


Dan dilansir dari kompas.com bahwa kebanyakan mereka yang berinvestasi berusia di bawah 30 - 40 tahun dengan pekerjaan pegawai swasta dan seorang mahasiswa.


Kesimpulannya adalah pada kuartal pertama terjadinya resesi ekonomi di Indonesia banyak orang yang menarik kembali dana mereka pada investasi.

Kemudian sejak bulan juli hingga kuartal terakhir tahun 2020 jumlah investasi di Indonesia kembali meningkat, namun jumlah uang yang diterima lebih rendah karena terjadi penurunan harga-harga saham, obligasi atau investasi sejenis.


Post a Comment

🚫 PERHATIAN ! 🚫
Dimohon untuk TIDAK berkomentar yang mengandung hinaan, caci maki, memperdebatkan hal yang tidak penting, dan promosi barang/hal yang dilarang oleh hukum agama dan hukum negara!