Hukum Perjanjian

Hukum Perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap  satu orang lain atau lebih. Pengertian ini tidak lengkap dan terlalu luas.

Tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dengan digunakannya kalimat perbuatan mencakup juga hal-hal janji kawin, perbuatan melawan hukum, dan perwakilan sukarela.

Arti secara lengkap, Perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Subjek Perjanjian adalah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian.

KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut dalam perjanjian yaitu.
  1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.
  2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya.
  3. Pihak ketiga.
Pasal 318 KUHPerdata menetapkan apabila seseorang membuat sesuatu perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.

Sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu.
  1. Kedua pihak sepakat untuk mengikatkan diri.
  2. Cakap untuk membuat perjanjian.
  3. Suatu hal tertentu.
  4. Suatu sebab yang halal.
Kedua syarat pertama yaitu nomor 1 dan 2 dinamakan syarat subjektif  karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian.

Sedangkan kedua syarat terakhir yaitu nomor 3 dan 4 disebut syarat objektif  karena berkaitan dengan objek dari perjanjian. (vide pasal 1320 KUHPerdata ).

Macam-macam Hukum Perjanjian
  1. Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.
  2. Perjanjian Cuma-cuma adalah perjajian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah.
  3. Perjanjian Bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri maksudnya adalah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, contoh perjanjian sewa beli.
  4. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tetapi menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
  5. Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.
  6. Perjanjian Obligator adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain, misalnya jual beli.
    Perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk  beralihnhya hak milik atas benda nya masih diperlukan satu perbuatan lain yaitu penyerahan (levering). Perjanjian jual belinya itu perjanjian obligator karena membebankan kewajiban (obligator) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering), penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.
  7. Perjanjian liberator adalah perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada misalnya pembebas utang,
  8. Perjanjian Pembuktian adalah perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.
  9. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi.
  10. Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh bukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penuasa (pemerintahan) misalnya perjanjian pengadaan barang pemerintah.
Unsur-unsur Perjanjian
  1. Esensialia, yaitu bagian/unsur yang harus ada di dalam perjanjian sebagai menentukan atau menyebabkan perjanjian itu ada/tercipta misalnya harga dan barang.
  2. Naturalia adalah merupakan sifat bawaan (nature) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian misalnya menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual (vrijwaring).
  3. Aksidentalia, yaitu bagian/unsur yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, misalnya bahwa jual beli tanah itu meliputi juga benda-benda yang ada diatas tanah tersebut seperti pohon, saung dll.

Perjanjian Baku

Perjanjian baku adalah konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan kedalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu (Handius).

Perjanjian baku adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk formulir.

Jika anda suatu saat mencuci pakaian ditukang laundry atau kirim surat titipan kilat tanpa disadari anda mengikat diri pada perjanjian baku.

Klausul eksenorasi adalah klausul yang dicantumkan didalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar gantu rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.

 Jenis-jenis Pernjanjian Baku

 Perjanjian baku dibedakan kedalam tiga jenis yaitu
  1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukan nya di dalam perjanjian itu pihak yang kuat disini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur.
  2. Perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah adalah perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah dalam bidang agraria, misalnya model akte jual beli akte hibah, akte waris, dll.
  3. Perjanjian baku yang ditentukan oleh lingkungan notaris atau advokat terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah dipersiapkan untuk memenuhi permintaan dari masyarakat yang minta bantuan notaris atau advokat.
Ciri-ciri perjanjian baku yang meniadakan dan membatasi kewajiban kreditur untuk membayar ganti rugi kepada debitur adalah
  1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari debitur.
  2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu.
  3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
  4. Bentuknya tertulis.
  5. Dipersiapakn terlebih dahulu secara masal atau individual.

Apakah perjanjian baku melanggar azas kebebasan berkontrak atau tidak?

Ada dua pendapat/paham yang memberikan jawaban
  1. Sluijter mengatakan perjanjian baku  ini bukan perjanjian sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wet gever) syarat-syarat yang ditentukan pengusaha didalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan perjanjian.
  2. Pilto, perjanjian baku adalah sebagai perjanjian paksa (dwang contract) walaupun secara teoritis yuridis perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak.
  3. Rutten mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya, jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani  nya, tidak mungkin seorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.
  4. Hondius  mengatakan dalam disertasinya bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku dilingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.
  5. Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman,SH. dalam bukunya "Aneka Hukum Bisnis" dalam kesimpulan dan sarannya menyatakan bahwa perjanjian baku bertentangan dengan azas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, terlebih-lebih lagi jika ditinjau dari azas-azas dalam sistem hukum nasional dimana akhirnya kepentingan masyarakatlah yang didahulukan.
Didalam perjanjian baku kedudukan kreditur dan debitur tidak seimbang, posisi monopoli pihak kreditur membuka peluang luas baginya untuk menyalahgunakan kedudukannya.

Dari segi lain perjanjian baku hanya memuat sejumlah kewajiban yang harus dipikul debitur.
Perjanjian baku tidak boleh dibiarkan tumbuh secara liar dan oleh karena itu perlu ditertibkan.

Azas Kebebasan

Azas Kebebasan Berkontrak adalah mengandung makna bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian.

Azas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat perjanjian dengan bentuk atau format  apapun, menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional.

Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa,”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya“

Azas Konsensualisme adalah mengandung  arti bahwa perjanjian telah terjadi saat adanya kata sepakat  diantara para pihak.

Yang ditekankan di sini adalah adanya persesuaian kehendak sebagai inti dari hukum perjanjian.
Pasal 1320 angka (1) KUHPerdata menyatakan  bahwa “perjanjian sah apabila memenuhi syarat antara lain, mereka sepakat untuk mengikatkan diri."

Azas Itikad Baik adalah azas yang mengharuskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Hal itu berarti pula bahwa perjanjian dilaksanakan menurut kepatutan, kepantasan dan keadilan .
Pasal 1338(3)KUHPerdata menyatakan “bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik “.

Azas Kepercayaan adalah bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari tanpa adanya kepercayaan maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak dengan keparcayaan kedua belah pihak mengikatkan dirinya

Demikian postingan saya kali ini mengenai Hukum Bisnis: Hukum Perjanjian. Semoga bermanfaat untuk kita semua dan khususnya bagi pengunjung setia blog Mata Univ ini. Sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Post a Comment

šŸš« PERHATIAN ! šŸš«
Dimohon untuk TIDAK berkomentar yang mengandung hinaan, caci maki, memperdebatkan hal yang tidak penting, dan promosi barang/hal yang dilarang oleh hukum agama dan hukum negara!